Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat Aceh kembali dikejutkan dengan bencana banjir dan tanah longsor. Bencana alam tersebut dipicu oleh hujan deras yang terjadi sejak hari sabtu (1 November 2014) sampai dengan selasa (4 November 2014) di seputar Banda Aceh dan Aceh Besar. Pada kesempatan kali ini, saya tidak akan membahas tentang penyebab banjir di Banda Aceh namun akan fokus membahas penyebab dan kriteria tanah longsor yang terjadi sepanjang jalan Leupung – Lhong di Gunung Paro dan Kulu Aceh Besar. Apa yang saya tulis ini sebenarnya hasil kajian cepat (Rapid Assessment) saya bersama Tim dan sudah pernah saya presentasikan pada Seri Seminar Kebencanaan #5 di kantor TDMRC Universitas Syiah Kuala. Dalam upaya menyebarkan apa yang sudah saya dan Tim lakukan ke khalayak ramai, maka saya menulis artikel ini.
Penyebab Tanah Longsor Leupung – Lhoong
Sebelum kita jauh-jauh melihat penyebab tanah longsor dan kriteria longsoran, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa itu tanah longsor. Mengutip dari beberapa buku literatur, tanah longsor didefinisikan sebagai perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. perpindahan material pembentuk lereng yang turun ke bawah ini tentu saja akibat gravitasi gravitasi.
Kalau mau aman dari longsor, pahami dulu tanda2 kawasan berpotensi longsor. Caranya baca artikel di link ini https://www.ibnurusydy.com/9-tanda-kawasan-rawan-longsor/
Apabila kita sudah memahami pengertian tanah longsor, selanjutnya kita akan melihat penyebab dan pemicu tanah longsor di sepanjang jalan kecamatan Leupung dan Lhoong dan. Secara umum, penyebab dan pemicu tanah longsor adalah Pembebanan terhadap leren, Perubahan bentuk lereng, Getaran gempa bumi, dan Intensitas hujan yang tinggi, namun untuk kasus longsor Leupung dan Lhong bulan November 2014 dan kasus-kasus longsor lain di Indonesia, penyebab paling utama adalah Intensitas hujan yang tinggi dan perubahan bentuk lereng.
Kok bisa intensitas hujan yang tinggi bisa menyebabkan tanah longsor, perhatikan gambar di bawah ini;
Gambar A di atas ditunjukkan kondisi sebuah lereng yang stabil karena antar butir tanah terdapat gaya saling tarik-menarik atau disebut gaya kohesi, gaya kohesi ini membuat lereng di gambar A sangat stabil. Namun perhatikan gambar B, ketika lereng tersebut diguyur oleh air hujan dan air hujan masuk ke dalam lereng/tanah pembentuk lereng maka apa yang terjadi??? Yang pertama terjadi; air hujan yang masuk ke dalam lereng akan merenggangkan antar butir tanah sehingga tanah tersebut menjadi lebih lepas dan gaya kohesinya akan berkurang. Yang ke-dua; air hujan yang masuk ke dalam lereng akan menambah beban lereng. Bayangkan hujan yang turun pada hari sabtu atau sehari sebelum longsor terjadi memiliki intensitas sekitar 200 mm yang menurut BMKG tergolong hujan sangat lebat. Hujan 200 mm itu sama dengan kita punya penampung ukuran 1 m x 1 m dan air hujan yang turun sampai ketinggi 200 mm atau 20 cm dengan berat 0.2 Ton pada hari itu. Apabila air hujan yang jatuh ke lereng tersebut kita asumsikan 50% persennya masuk ke lereng dan 50% lagi mengalir di atas permukaan, maka setiap lereng ukuran 1 m2 akan menambah beban lereng sebesar sebesar 0,1 Ton atau 0,9 Ton untuk ukuran lereng 3 x 3 m. Penambahan gaya yang menyebabkan sebuah lereng turun tentu saja sangat bergantung pada sudut kemiringan lereng.
Bayangkan klo ada lerengnya memiliki luas 20 x 20 m, udah berapa Ton penambahan berat lerengnya.
Yang ke-tiga; air hujan yang masuk ke dalam lereng dapat melarutkan mineral atau semen pengikat butir. Mungkin sudah kita pahami bersama bahwa air adalah pelarut yang baik. butiran tanah atau pasir yang ada dalam tanah beberapa diikat oleh mineral yang ada dalam tanah. Dengan masuknya air, mineral pengikat ini akan larut sehingga butir tanah atau pasir menjadi lepas dan mudah untuk turun. Yang ke-empat; air hujan yang masuk ke dalam sebuah lereng akan memperlicin bidang gelincir yang menjadi landasan turunnya tanah longsor. Bidang gelincir ini bisa berupa batuan dasar yang masih segar (belum terlapukkan) atau lapisan batuan tidak tembus air (impermeable).
Kriteria Tanah Longsor Leupung – Lhoong
Secara teori, kriteria atau jenis-jenis tanah longsor ada jenis tanah longsor Rotasi, Translasi, Blok, Runtuhan Batu, Aliran Bahan Rombakan dan Rayapan. Pada halaman Geo-Hazard => Tanah Lonsor blog saya ini sudah pernah dijelaskan tentang jenis-jenis longsoran tersebut, Jadi pembaca silahkan klik disini ini menuju ke halaman tersebut.
Untuk menjelaskan kasus tanah longsor yang terjadi di sepanjang Jalan antara kecamatan Leupung dan Lhong di Provinsi Aceh, sebelumnya saya harus menjelaskan terlebih dahulu tentang proses pelapukan batuan. Pelapukan batuan adalah proses penghancuran batuan secara mekanik atau fisik, kimia dan aktifitas biologi (binatang dan perpohonan).
Pada gambar di samping kiri dapat dilihat profil tanah yang secara umum terdiri dari regolith dan batuan dasar (bedrock). Regolith ini adalah lapisan di atas batuan dasar yang sudah terlapukan sempurna (Jadi Tanah) dan setengah terlapukkan. Pada banyak kasus tanah longsor yang terjadi adalah turunnya lapisan tanah yang sudah hasil pelapukan batuan ini atau Regolith akibat gaya gravitasi. Pada gambar di samping bentuk lerengnya landai namun seadainya miring dan bentuk batuan dasarnya juga miring maka seperti yang saya jelaskan di atas, batuan dasar tersebut akan menjadi bidang gelincir tanah longsor.
Di Kecamatan Leupung dan Lhoong Kab. Aceh Besar, titik-titik longsor yang paling parah terjadi di sepanjang jalan gunung Paro dan Kulu. Berdasarkan survey yang saya lakukan bersama Tim, kami menemukan lebih dari 30 titik longsor di lereng di pinggir jalan dan bawah jalan. Hampir semua jenis longsoran tanah yang terjadi di kedua gunung tersebut adalah longsoran tanah jenis Rotasi.
Apabila kita melihat jenis batuan pembentuk lereng tersebut, Gunung Paro sebagian dibentuk oleh batuan gamping lempungan berwarna gelap dan di tengahnya sampai turunan Paro terdapat batuan vulkanik beku luar berupa Basalt sampai ke Gunung Kulu. Menurut peta geologi yang dibuat oleh Bennet, dkk tahun 1981, batu Basalt tersebut berada dalam formasi Gunungapi Bentaro yang membeku pada Zaman Jura (Jurassic) atau sudah berumur ±200 Juta tahun. Batuan basalt termasuk batuan yang sangat keras dan agak susah terlapukkan.
Berdasarkan hasil survey, saya dan Tim menemukan lapisan regolith hasil pelapukan batuan basalt cuma setebal 1-2 meter. Tanah hasil pelapukan batuan basalt ini menjadi sumber tanah longsaran dan batu basalt yang berada di bawah lapisan tanah ini menjadi bidang gelincir lonsor.
Jadi secara seluruhan, penyebab tanah longsor di gunung Paro dan Kulu di Kec. Leupung dan Lhoong karena turunnya tanah hasil pelapukan batuan yang sudah jenuh air dan lapisan batu basalt di bawahnya menjadi bidang gelincir. Untuk mengatasi hal ini, beberap metode penguatan lereng atau tebing bisa dilakukan. Untuk mengenal metode tersebut, silahkan baca artikel di link ini https://www.ibnurusydy.com/reminder-waspada-longsor-di-musim-penghujan/
Semoga tulisan tentang Penyebab dan Kriteria Longsor di Leupung dan Lhoong ini bermanfaat bagi kita semua dan membuat kita makin tangguh dalam menghadapi bencana.
Sedia Ilmu Sebelum Bencana.
Salam Siaga
Ibnu Rusydy