Dalam beberapa bulan terakhir, bencana datang silih berganti tanpa henti. Mendidik dan membanguna masyarakat Indonesia yang tangguh melalui Sekolah Siaga Bencana atau Sekolah Aman merupakan sesuatu yang harus dan wajib kita lakukan bersama. Pendidikan dasar-dasar kebencanaan harus diberikan kepada rakyat Indonesia sejak dini, artinya pendidikan dini (SD/MI, SMP/MTs, SMU/MA) wajib dimasukkan ilmu kebencananaannya guna membentuk Sekolah Siaga Bencana.
Pada tahun 2012, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) telah mengeluarkan peraturan No.04 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Dari Bencana. Dalam peraturan tersebut, dibahas dengan sangat detail tentang nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan strategi dasar untuk membantu pihak sekolah dan stakeholder untuk membangun sekolah siaga bencana/sekolah aman.
Pedoman sekolah siaga bencana/sekolah aman yang dikeluarkan oleh BNPB tersebut sejalan dengan program United Nation International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) terkait kampanye sejuta sekolah dan rumah sakit aman tahun 2010 dan Kerangka Aksi Hyogo tahun 2005-2015.
Mungkin ada pembaca yang bertanya, kenapa pendidikan bencana kepada pelajar perlu diberikan? Jawaban saya; masa SD/MI, SMP/MTs, SMU/MA merupakan masa dimana pelajar akan menyerap semua yang disampaikan gurunya (prinsip mangkok terbuka). Apa yang mereka pelajari dan praktek pada masa tersebut akan terus diingatnya sama tua dan ketika suatu ilmu kebencanaan kita berikan kepada mereka yang masih berumur 10-18 tahun maka ilmu tersebut akan bertahan ±50 tahun namun apabila diberikan kepada orang tua (40-60) akan berbeda. Lagian orang tua tidak berprinsip “mangkok terbuka” lagi, akan tetapi berprinsip “tutup botol terbuka”.
Nilai-Nilai Dasar Sekolah Siaga Bencana
Menurut peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) nomor 04 tahun tahun 2012, Sekolah siaga bencana diharapkan memiliki nilai-nilai dasar antara lain:
- Perubahan Budaya; nilai dasar yang ingin dicapai dalam membentuk sebuah sekolah siaga bencana adalah adanya perubahan budaya, paradigma, dan pemahaman dasar ilmu bencana.
- Berorientasi Perberdayaan; setiap unsur sekolah (murid, guru, wali murid, dan komite) harus mampu mengerakkan segala sumber daya yang dimiliki untuk mewujudkan sekolah siaga bencana ini. Dalam hal ini, pengembangan kurikulum berbasis mitigasi bencana, membuat sarana dan prasarana (peta dan petunjuk evakuasi), melatih guru-guru, dan pembiayaan kegiatan berbasis ilmu bencana.
- Kemandirian; Nilai ke-tiga ini masih sama dengan nilai ke-dua dimana pihak sekolah harus bisa mandiri dan mampu menggerakkan segala sumberdaya yang dimiliki sekolah.
- Pendekatan Berbasis Hak; Setiap unsur sekolah mempunyai hak untuk selamat dari bencana, mereka mempunyai hak untuk aman dari bencana.
- Keberlanjutan; Sekolah siaga bencana yang sudah pernah digagas oleh pemerintah, mitra, aktifis kebencanaan harus bisa dilanjutkan oleh para guru dan murid. Guru dan murid harus membentuk dan mengerakkan organisasi sekolah seperti OSIS, UKS, Pramuka untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan sekolah siaga bencana sehingga program sekolah siaga bencana di sekolah tersebut terus berlanjut dan terjadi perubahan budaya seperti pada nilai dasar pertama.
- Kearifan Lokal; setiap bangsa dan suku yang ada di dunia ini pasti memiliki kearifan lokal (local wisdom) atau indigenous knowledge masing-masing tentang bencana dan ini akan sangat membantu dalam menerapkan sekolah siaga bencana.
- Kemitraan; sekolah harus menjalin kemitraan atau kerjasama dengan pihak luar baik, pemangku kepentingan maupun pihak LSM dalam menerapkan sekolah siaga bencana. Untuk saat ini, banyak sekali LSM lokal dan internasional yang mulai bergerak dalam upaya pengurangan risiko bencana (PRB).
- Inklusivitas; sebuah sekolah siaga bencana harus mampu melindungi dan memperhatikan kepentingan setiap unsur sekolah termasuk murid yang memiliki kebutuhan khusus.
Prinsip-Prinsip Dasar Sekolah Siaga Bencana
Sekolah siaga bencana harus mampu mempertimbangkan dan menjawab beberapa prinsip dasar, antara lain;
- Berbasis Hak; Sekolah siaga bencana harus mampu memberikan hak pendidikan dasar anak. Hak pendidikan dasar anak adalah (1) tidak boleh ada satupun murid yang terdiskriminasi (2) hak keberlangsungan dan tumbuh kembang (3) setiap keputusan yang dibuat adalah yang terbaik untuk murid (4) hak berkumpul dengan damai dan aman.
- Interdisiplin dan Menyeluruh; Sekolah siaga bencana harus terintegrasi dengan kulikulum sekolah dan terintegrasi dalam standar pelayanan minimum pendidikan. Saat ini, di perguruan tinggi sendiri, penelitian tentang kebencanaan tidak hanya diteliti oleh ahli ilmu kebumian melainkan diteliti oleh berbagai interdisiplin ilmu.
- Komunikasi Antar-Budaya (intercultural Approach); sekolah siaga harus mengutamakan komunikasi antar-pribadi yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda. Berbeda budaya tentu berbeda pula pendekatan yang akan dilakukan dalam membentuk sekolah siaga bencana.