GPS (Global Positioning System) adalah sistem navigasi berbasis satelit dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit GPS pertama sekali diluncurkan pada tahun 1978 dengan nama lahirnya NAVSTAR GPS (NAVigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System). Awalnya GPS ini hanya digunakan oleh militer Amerika Serikat, namun pada tanggal 16 Maret 1995, pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa GPS sudah bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat sipil internasional (Abidin HZ, 2007). Saat ini sudah ada lebih dari 24 satelit GPS yang mengelilingi bumi dalam 6 orbital dan masing-masing orbital terdiri dari 4 satelit GPS di ketinggian sekitar 20.200 Km dari permukaan bumi. Satelit GPS ini mampu menyangkau seluruh tempat terbuka yang ada di muka bumi makanya pengukuran GPS bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja asalkan tempat pengukurannya terbuka menghadap langit. Satu lagi harus dicatat bahwa informasi utama yang berika GPS adalah posisi (x,y,z), waktu dan kecepatan. Kepada kawan-kawan yang ingin mengakuratkan jamnya bisa menggunakan waktu yang diberikan oleh GPS karena informasi waktu yang diberikan oleh satelit GPS sangat akurat. Ilustrasi satelit GPS mengelilingi bumi dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Ilustrasi satelit GPS mengelilingi bumi (sumber: www.faa.gov)
Semenjak dibukanya GPS untuk kepentingan masyarakat sipil, GPS telah diaplikasikan dalam berbagai bidang diantaranya pemetaan darat, pendaftaran tanah, perhubungan (darat, laut dan udara), pemantauan deformasi gunungapi, pemantauan penurunan tanah, pemantauan pergerakan tanah, studi ionosfer, dan lain-lain (Abidin HZ, 2007).
Saat ini, ada bebeberapa macam GPS yang dijual dipasaran namun pada dasarnya GPS tersebut di bagi kepada 3 jenis utama.
Inflasi dan Deflasi Gunung Api
Ketika gunung api akan meletus sering diawali dengan deformasi permukaan gunung api berupa kenaikan permukaan tanah (Scarpa dan Gasparini, 1996). Prinsip dasar perubahan permukaan tanah adalah ketika gunung api mau meletus akan menunjukkan peningkatan tekanan di dapur magma dan tekanan ini bisa menyebabkan gunung api tersebut mengembang (inflasi) dan apabila tekanan tersebut turun setelah meletus maka gunung api akan menunjukkan gejala mengempis (deflasi).
Perubahan inflasi dan deflasi ini bisa diamati dengan menggunakan teknologi GPS Geodetik. Namun sebelum dilakukan pengamatan secara berkala, hal pertama sekali yang harus dilakukan pembangunan titik ukur GPS (benchmark). Makin banyak benchmark yang diukur maka makin bagus pula hasil pengamatan deformasi gunung api. Sangat diharapkan agar kepada masyarakat dan pendaking gunung supaya menjaga benchmark ini (gambar 2) dan tidak merusakknya.
Gambar 2. Contoh pengukuran GPS Geodetik (sumber: www.geodesy.gd.itb.ac.id)
Pengukuran GPS untuk pengamatan deformasi gunung api dilakukan secara berkala dan kontinyu. Pegukuran berkala dilakukan dengan cara mengukur koordinat di benckmark dalam periodik waktu, misalnya pengukurannya dilakukan tiap 4 bulan sekali atau 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali. Perbedaan koordinat antara waktu ke waktu ini akan menunjukkan pola deformasi sebuah gunung api. Di Indonesia saat ini banyak gunung api yang diamati deformasinya dengan pengukuran GPS geodetik secara berkala karena pengukuran secara kontinyu menuntut dipasang atau ditinggalnya sebuah GPS Geodetik yang konon harganya Rp. 200 juta – 300 juta. GPS tersebut harus ditinggal di sebuah gunung api untuk mengukur koordinat secara kontiyu. Pada peralatan GPS geodetik kontinyu ini juga harus dipasang alat pengirim data ke Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) terdekat untuk selanjutnya dilakukan prosesing data.
Gambar 3. Pengamatan Deformasi gunung api menggunakan GPS geodetik (Sumber: Abidin HZ et al, 1998)
Pada gambar 3 di atas dapat dilihat adanya perbedaan koordinat antara survey pertama dan kedua, perbedaan ini menunjukkan adanya deformasi gunung api. Dari analisa deformasi ini nantinya akan dapat dimodelkan bentuk sumber tekanan (magma) yang ada di dalam gunung api.
Setelah mengamati inflasi dan deflasi gunung api menggunakan teknologi GPS Geodetik ini maka bisa diamati dengan seksama pola suatu gunung api. Apabila suatu saat gunung api menunjukkan gejala kembang yang sangat drastis dan aneh dari biasanya, maka bisa dipastikan gunung api tersebut dalam waktu dekat akan meletus dan pihak terkait bisa mengambil kebijakan dalam upaya mitigasi. Dalam kasus Gunung api Sumatra, saat ini sangat sedikit yang sudah dilakukan pengamatan deformasi. Penulis sendiri yang saat ini tinggal di Aceh, disini 3 gunung api aktif (Seulawah Agam, Peut Sagoe, dan Bur ni Telong) yang belum dilakukan pengamatan deformasi (inflasi dan deflasi) gunung api. Semoga ke depan makin banyak penelitian tentang kebencanaan dalam upaya mitigasi dan penanggulangan bencana gunung api.
Wassalam,
Gempa bumi dangkal yang bersumber dari patahan di darat kembali terjadi di Myanmar pada tanggal…
Pada tanggal 28 Maret 2025, sebuah gempa bumi yang bersumber dari patahan dangkal di darat…
Sebagai sebuah negara yang berada di posisi "ring of fire" kesiapsiagaan kita menghadapi bencana gempa…
Beberapa objek yang digunakan oleh peneliti untuk mempelajari iklim masa lalu (purba), Sumber gambar dari…
Menurut para geologist, bumi tempat kita tinggal telah berumus 4,56 milyar tahun. Dalam perkembangannya, bumi…
Sebagai negara yang beriklim tropis, kita memiliki intensitas curah hujan yang cukup tinggi. Intensitas curah…
View Comments
I am a disaster management student and want to know about the disasterous process of nature. Thanks to post these link
Thank for the comment, in my blog I also write about the geological hazard and how to mitigate it. Hopefully this link https://www.ibnurusydy.com/geo-bencana/. On top of the sidebar of my blog I also provide translation menu, so you can translate it to your own language.