Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan berkunjung ke Aceh Singkil untuk memberi materi sesi pelatihan desa siaga bencana. Singkil merupakan sebuah kawasan yang sangat rawan terhadap bencana gempa bumi, amblesan tanah, banjir, dan longsor. Kebetulan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kab. Aceh Singkil mengadakan acara Sosialisasi Bencana Alam kepada perangkat desa dan kami dari TDMRC Universitas Syiah Kuala diminta untuk menjadi narasumber. Dalam sosialisasi yang berlangsung selama 1 minggu lebih, hadir disitu kepala desa dari seluruh Kab. Aceh Singkil. Dari jumlah peserta yang hadir, tergambar dengan jelas keseriusan perangkat desa untuk mengenal bencana dan mengetahui bagaimana cara mengurangi risiko bencana.
Pada awal-awal acara, nampak beberapa kepala desa yang melakukan protes karena selama ini ketika terjadi bencana pemerintah terkesan lambat dan tidak peka terhadap masyarakat. Melihat protes-protes yang dilakukan oleh kepala desa ini, terlihat jelas bahwa kesadaran akan penanggulangan dan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat (dari masyarakat untuk masyarakat) belum ada dan ini yang mau dibentuk melalui Sosialisasi Kebencanaan selama 1 minggu lebih.
Bencana Urusan Bersama
Bencana datang dan “memakan” siapa saja, tak peduli pejabat pemerintah, pelajar, orang tua, anak-anak, menantu kepala desa dan lain-lain. Semuanya sama saja di mata bencana sehingga bencana bisa disebut sebagai kejadian yang sangat “demokrasi”. Karena korban bencana bisa datang dari berbagai kalangan, maka urusan penanggulangan dan pengurangan risiko bencana menjadi kewajiban bersama. Bencana itu tidak bisa hanya ditanggulangi oleh pemerintah dan lembaga penelitian saja namun harus ada keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat disitu. Sehingga wajar kalau sekarang ini lagi ngetrend “penelitian berbasis masyarakat” dan “program kerja berbasis masyarakat”.
Berangkat dari “bencana sebagai urusan bersama” dan “memakan korban” siapa saja, maka penyadaran perangkat desa/kampung dengan pengenalan bencana dan cara mitigasinya mutlah dilakukan di setiap daerah yang rawan bencana. Dalam program desa siaga bencana ini, perangkat desa diharapkan sudah mulai mengenal bencana dan cara mitigasinya, harapannya bisa menyampaikan ilmu yang sudah didapat ini kepada warga desanya masing-masing. Mudah-mudahan masyarakat terus diberi kesadaran bahwa bencana sudah menjadi tanggung jawab bersama.
Penulis yakin, setiap masyarakat kita punya kearifan lokal masing-masing dalam menanggulangi bencana namun kearifan lokal tersebut di beberapa tempat sudah mulai memudar dan ini harus dibangkitkan lagi. Contohnya saja kearifan lokal masyarakat Simeulue yang menamakan tsunami sebagai “Smong” yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Dan ternyata, di Aceh Singkil ada “galoro” sebagai istilah lain dari tsunami dan kearifan lokal “galoro” ini harus dibangkitkan kembali karena sebelum tsunami 2004 sudah mulai memudar. Kearifan lokal yang sudah terbentuk merupakan indikasi kepedulian masyarakat zaman dulu terhadap upaya pengurangan risiko bencana. Dalam pelatihan desa siaga bencana ini, harapanya kearifan lokal ini bangkit kembali.
Desa Siaga Bencana
Pada sesi akhir pelatihan desa siaga bencana, para perangkat desa di Aceh Singkil diajarkan tentang apa yang harus dilakukan sebelum dan sesudah bencana terjadi. Salah satu bentuk kesiapsiagaan desa dalam menghadapi bencana adalah dengan cara membentuk Organisasi Desa Siaga (ODS). ODS ini terdiri dari unsur-unsur di desa masing-masing, misalnya saja Ibu PKK, Kepala Desa, Sekretaris Desa, Pemuda, Imam, Tuha Peut, Kepala Dusun, Kepala Lorong dan lain-lain. Masing-masing unsur desa tersebut berikan tugas masing-masing sebelum dan sesudah bencana. Semua tugas unsur desa tersebut dituangkan dalam sebuah Protap ODS. Sebagai contoh; sebelum terjadi bencana gempa bumi kepala dusun memastikan rumah warganya tahan gempa dan apabila ada tiang-tiang atau kuda-kuda rumah yang tidak kokoh lagi maka kepala dusun akan meminta kepala desa untuk memerintahkan unsur pemuda untuk membantu menguatkan rumah warga tersebut.
ODS desa siaga bencana seperti yang penulis jelaskan di atas sangat mungkin dibentuk di desa. Setelah mengikuti acara Sosialisasi ini, seluruh kepala desa di Aceh Singkil sepakat untuk membentuk ODS ini di desa mereka masing-masing. Mudah-mudahan apa yang mereka lakukan bisa menjadi contoh bagi desa-desa yang lain yang ada di Indonesia untuk menginisiasi desa siaga bencana.
Semoga artikel Siaga Bencana di Desa ini bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang Bencana Alam.
liza12 years ago
Ibnu Rusydy12 years ago
firda nuril fizah12 years ago