Selain diakibatkan oleh gempa dangkal di bawah laut, tsunami juga dapat diakibatkan oleh terjadinya longsor bawah laut. Untuk tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi mungkin kita masih bisa sedikit menghindari karena ada warning berupa gempa bumi dangkal di laut namun tsunami akibat longsor rasanya hampir tidak ada warning atau peringatan. Pada tulisan tentang Tsunami Haiti 2010 sebelumnya saya sudah menjelaskan bagaimana longsor dipinggir pantai bisa menyebabkan tsunami lokal yang memakan korban penduduk setempat. Selain tsunami Haiti 2010, Tsunami Mona Passage (antara Hispaniola and Puerta Rico) tahun 1918 juga disebabkan oleh longsor bawah laut.
Potensi longsor di bawah laut sudah seharusnya menjadi perhatian kita bersama. Solusi untuk memetakan potensi-potensi longsor bawah laut adalah dengan melakukan survey pemetaan bawah permukaan menggunakan metode/teknologi geofisika. Apabila di darat, kita bisa menggunakan metode geofisika seperti Geolistrik untuk mengetahui bidang gelincir tanah longsor suatu lereng. Untuk di laut, kita juga bisa mencoba mengetahui bidang gelincir tanah longsor bawah permukaan laut dengan menggunakan metode seismik refleksi/pantul. Pada tulisan Peran Geofisika dan Mitigasi dan Monitoring Bencana II sudah saya jelaskan apa itu metode seismik namun lebih ke seismik darat. Untuk seismik di laut, alat yang digunakan sama namun geophone di darat diganti menjadi hydrophone di laut.
Untuk memahami lebih lanjut tentang Tsunami Mona Passage bisa baca paper “Submarine landslide as the source for the October 11, 1918 Mona Passage tsunami: Observations and modeling” yang dipublikasi oleh Marine Geology 254 (2008) 35–46
Seismik Pantul Untuk Longsor Bawah Laut
Seismik pantul biasa digunakan oleh geofisikawan untuk mencari potensi hidrokarbon atau minyak bumi atau “emas hitam” di darat dan di laut. Selain untuk untuk menjadi potensi minyak bumi, seismik pantul ini
juga bisa digunakan untuk memetakan kawasan-kawasan yang memiliki potensi longsor di bawah laut. Untuk keperluan mitigasi bencana tsunami, tentunya kawasan potensi longsor bawah laut yang harus disurvey adalah kawasan-kawasan pinggir pantai atau kawasan lain dengan tingkat risiko bencana tsunami tinggi.
Dugaan awal kawasan-kawasan yang memiliki potensi longsor bawah laut tentu saja kawasan-kawasan pinggir laut yang memiliki kondisi bathimetri yang terjal-terjal dan kawasan dimana pengendapan sedimen laut cepat. Untuk mengetahui kawasan mana saja yang memiliki bathimetri terjal tentu awalnya bisa dilakukan survey bathimetri menggunakan echo-sounder. Setelah kawasan bathimetri terjal terpetakan maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengukuran seismik pantul untuk melihat ada tidaknya bidang gelincir atau sesar bawah permukaan.
Di Indonesia sendiri, survey seismik pantul pernah dilakukan di Flores untuk memetakan kawasan memiliki potensi longsor bawah laut. Penelitian tersebut dilakukan oleh Kris Budiono dari Puslitbang Geologi Laut. Beliau melakukan survey seismik pantul di laut kawasan Maumere sebagai 35 lintasan seismik.
Berdasarkan analisa Kris Budiono, jenis longsoran bawah permukaan yang mungkin terjadi di perairan Maumere Flores – Nusa Tenggara Timur adalah jenis longsoran Slump. Penampakan longsoran jenis Slump sangat mudah dikenali dari hasil penampang 2-Dimensi seismik pantul berupa reflektor “chaotic” yang terdapat di kaki bidang gelincir suatu lereng bawah laut.
Semoga ke depan, kawasan-kawasan lain yang memiliki potensi longsor bawah laut segera diteliti dan dilakukan pengukuran seismik pantul dan metode geofisika lainnya. Mudah-mudahan artikel ini menambah pengetahuan anda tentang Bencana Alam