Waspada Longsor di Jalan Banda Aceh-Calang

Pada tanggal 15 – 21 Juni 2012, Tim Peneliti Geohazard TDMRC bersama Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Pengurus Wilayah Aceh dan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Komisaris Wilayah Aceh melaksanakan survey identifikasi kawasan-kawasan yang memiliki potensi bencana alam tanah longsor di kawasan Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara. Survey ini bertujuan untuk pembaruan data geologi seputar kawasan barat-selatan dan tengah provinsi Aceh dan mengidentifikasi kawasan-kawasan yang rawan terjadinya tanah longsor serta metode penstabilan lereng yang sesuai digunakan di kawasan tersebut.

Pada tanggal 15 Juni 2012, Tim telah mengidentifikasi lebih dari 75 potensi titik longsor sepanjang jalan Banda Aceh – Calang. Dari ke 75 titik potensi longsor tersebut, jenis tanah longsor rotasional, translasi, dan jatuhan batu mendominasi kawasan tersebut. Tanah longsor rotasional dimungkinkan terjadi karena kondisi lapisan tanah yang tebal, kemiringan lereng yang curam, pembeban lereng dan curah hujan yang sangat tinggi di kawasan tersebut. Jenis longsor translasi terjadi akibat pemotongan lereng yang searah dengan arah jurus (strike) dan kemiringan lapisan batuan (dip) yang searah dengan kemiringan lereng dimana bidang perlapisan juga berperan sebagai bidang gelincir. Survey sebelumnya pernah saya tulis pada tulisan Waspada Longsor di Musim Penghujan.

potensi longsor calang

Gambar kiri adalah batu yang seharusnya diturunkan di Km 27, sedangkan gambar kanan menunjukkan Tim sedang mengidentifikasi potensi longsor.

Sedangkan Jatuhan batu sangat mungkin terjadi karena kecuraman lereng yang melebihi daripada 85 derjat.

Melihat permasalahan tersebut, Tim yang dikoordinasikan oleh Ibnu Rusydy, M.Sc, beserta Angota IAGI Aceh(Lono Satrio, ST), HAGI Aceh (Razali Amna, S.Si), dan GIS Analisis TDMRC (Suhada Arief, ST) merasa perlu merekomendasikan sebagai berikut:

  1. Untuk kawasan lereng yang terbentuk daripada tanah hasil pelapukan batuan perlu dilakukan pemasangan shorcrete (semen) dan Soil Nail (paku tanah) untuk mencegah masuknya air hujan yang bisa menyebabkan pembebanan lereng, peningkatan tekanan air pori (pore water pressure) dan terbentuknya bidang gelincir. Selain itu, perlu juga dilakukan pelandaian lereng (re-profiling) dibeberapa lereng yang sangat terjal dan dewatering untuk menurunkan muka air tanah.
  2. Kawasan lereng batu yang memiliki tingkat rekahan (fracture) yang tinggi harus dipasangkan rock bolt (baut batu) untuk memperkokoh lereng dan menyatukan batuan supaya tidak mudah jatuh. rock bolt ini juga bisa memperkuat gaya geser (shear strength) batu di sebuah lereng. Selain pemasangan rock bolt beberapa lereng batu tersebut harus dilakukan rock removal atau menurunkan bongkahan-bongkahan batu yang diperkirakan akan jatuh di masa yang akan datang.

Semoga ke depan kebijakan pemerintah dan semua lembaga donor dalam membangun Aceh bisa mempertimbangkan unsur keselamatan dan prinsip-prinsip manajemen bencana dan masyarakat kita makin waspada bencana longsor.

Tags:
author

Author: 

Saya Ibnu Rusydy, Pecinta, pelajar dan pengajar Ilmu Kebumian yang lahir di Aceh-Indonesia. Saat ini saya tergabung dalam Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Komisaris Wilayah Aceh (id: IBN-RUSYD-150) dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Pengurus Daerah Aceh (Npa: 4658). Apabila menyukai artikel yang saya tulis, silahkan sebarkan ke kawan-kawan anda.

Leave a Reply